Candi Borobudur adalah salah satu kebanggaan bangsa Indonesia dan menjadi salah satu monumen keagamaan Buddha terbesar di dunia. Megah, penuh simbol, dan sarat makna, Borobudur bukan hanya sekadar tempat ibadah, tetapi juga karya seni dan teknologi tinggi dari masa lampau. Namun, di balik kemegahannya, borobudur sempat hilang dari peradaban manusia selama berabad-abad sebelum akhirnya ditemukan kembali.
Bagaimana bisa candi sebesar dan semegah Borobudur hilang begitu lama? Siapa yang menemukan kembali candi ini? Dan apa yang membuatnya kembali dikenal dunia? Artikel ini akan membahas sejarahnya dari masa pembangunan hingga saat ditemukan kembali oleh dunia modern.
Awal Pembangunan Borobudur
Candi Borobudur diperkirakan dibangun pada masa Dinasti Syailendra antara tahun 780–825 Masehi. Pada masa tersebut, kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah sangat dipengaruhi oleh agama Buddha aliran Mahayana. Meski tidak ada catatan tertulis yang pasti tentang pembangunannya, para ahli arkeologi yakin bahwa pembangunan Borobudur dilakukan oleh ribuan arsitek, pemahat, dan pekerja menggunakan batu vulkanik dari Gunung Merapi dan sekitarnya.
Struktur Borobudur luar biasa rumit. Candi ini memiliki 9 tingkat, 504 arca Buddha, 72 stupa berlubang, dan satu stupa induk besar di puncaknya. Dindingnya dihiasi lebih dari 2.600 panel relief, yang bila dibentangkan panjangnya mencapai sekitar 6 kilometer.
Borobudur bukan hanya bangunan fisik. Ia merupakan perjalanan spiritual yang menggambarkan tahapan kehidupan manusia menuju pencerahan.
Borobudur Hilang dari Sejarah
Meskipun menjadi pusat spiritual penting selama berabad-abad, Borobudur perlahan ditinggalkan. Ada beberapa teori penyebab terbengkalainya candi ini:
- Pemindahan pusat kekuasaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur pada abad ke-10
- Letusan Gunung Merapi yang menimbun wilayah sekitar dengan abu vulkanik
- Masuknya Islam pada abad ke-15 yang mengubah arah kehidupan masyarakat
Lambat laun, struktur Borobudur tertutup semak belukar, tanah, dan abu vulkanik. Lokasinya yang terpencil dan jarang dikunjungi membuatnya seolah-olah menghilang dari sejarah.
Penduduk sekitar hanya mengenal lokasi tersebut sebagai “Gunung” atau “Bukit besar penuh batu”, dipenuhi mitos dan legenda. Salah satu legenda menceritakan bahwa Borobudur adalah bangunan terkutuk yang membawa bencana bagi siapa pun yang mendekatinya.
Penemuan Kembali Borobudur oleh Thomas Stamford Raffles
Kesempatan Borobudur kembali dikenal dunia terjadi pada awal abad ke-19, ketika Inggris untuk sementara menguasai Jawa (tahun 1811–1816). Saat itu, Gubernur Jenderal Inggris, Sir Thomas Stamford Raffles, memiliki ketertarikan besar pada kebudayaan Nusantara.
Selama tinggal di Jawa, Raffles mendengar kabar dari penduduk setempat mengenai sebuah “bukit batu kuno” di wilayah Kedu, dekat Magelang. Ia kemudian mengutus ahli topografi Belanda bernama H.C. Cornelius untuk menyelidikinya pada tahun 1814.
Cornelius bersama lebih dari 200 pekerja mulai menebangi pepohonan dan membersihkan semak belukar yang menutupi struktur bangunan. Setelah berminggu-minggu kerja, bentuk Candi Borobudur mulai terlihat kembali.
Walaupun masih belum sepenuhnya terbuka dan banyak bagian rusak atau tertimbun, saat itulah dunia modern melihat kembali Borobudur untuk pertama kalinya setelah berabad-abad hilang.
Upaya Restorasi Borobudur
Penemuan kembali ini tidak langsung membuat Borobudur terawat. Batu-batu candi banyak yang hilang karena:
- Dijadikan bahan bangunan oleh penduduk sekitar
- Dijual sebagai koleksi seni
- Diambil oleh kolektor Eropa
Beberapa pemerintah kolonial kemudian mulai melakukan upaya penyelamatan.
Tahap Restorasi Penting
| Tahun | Tokoh/Institusi | Kegiatan |
|---|---|---|
| 1814 | Raffles & Cornelius | Penemuan dan pembersihan awal |
| 1835 | Pemerintah Belanda | Borobudur dibuka sepenuhnya |
| 1907–1911 | Theodoor van Erp | Restorasi struktur utama |
| 1973–1983 | Pemerintah Indonesia & UNESCO | Restorasi besar-besaran |
Restorasi terbesar terjadi pada abad ke-20 ketika UNESCO masuk dan membantu pemerintah Indonesia menyelamatkan Borobudur dari kerusakan struktural akibat cuaca, lumut, dan erosi.
Pada 1991, Candi Borobudur resmi ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO.
Makna dan Kebangkitan Kembali Borobudur
Setelah dipugar, Borobudur tidak hanya menjadi bangunan bersejarah tetapi juga kembali menjadi tempat spiritual bagi umat Buddha dari seluruh dunia. Setiap tahun, ribuan biksu dan peziarah hadir untuk merayakan Hari Raya Waisak di kompleks Borobudur.
Selain itu, Borobudur menjadi ikon pariwisata Indonesia. Wisatawan domestik maupun internasional datang untuk menyaksikan keindahan arsitektur dan suasana magis matahari terbit dari puncak candi.
Borobudur hari ini bukan hanya simbol kejayaan masa lalu, tetapi juga bukti kecerdasan, seni, dan spiritualitas leluhur bangsa Indonesia.
Kesimpulan
Candi Borobudur adalah warisan berharga yang sempat hilang selama berabad-abad. Keberadaannya kembali ditemukan oleh Thomas Stamford Raffles pada tahun 1814 setelah tertutup abu vulkanik dan hutan. Berkat upaya restorasi panjang dari berbagai pihak termasuk pemerintah Indonesia dan UNESCO, kini Borobudur berdiri megah sebagai salah satu monumen sejarah terbesar di dunia.
Perjalanan Borobudur mengingatkan kita bahwa sejarah bukan hanya tentang masa lalu, tetapi juga tentang bagaimana kita merawat dan menghargai peninggalan budaya untuk generasi mendatang.